Sabtu 17 Feb 2024 00:05 WIB

6 Larangan Bagi Pemimpin Berdasarkan Sirah Nabi Muhammad

Prinsip dasar seorang pemimpin adalah menjaga hak-hak rakyat.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Pemimpin. (ilustrasi)
Foto:

5. Melanggar Janji

Seorang pemimpin tidak boleh melanggar janjinya, sebagaimana yang telah disampaikan kepada rakyat. Jangan sampai sudah mengucapkan janji yang baik untuk rakyat tapi dalam hatinya menyimpan kebusukan.

Inilah yang kemudian diperingatkan dalam Alquran, sebagaimana dalam surat At Taubah ayat 75-77:

۞ وَمِنْهُمْ مَّنْ عٰهَدَ اللّٰهَ لَىِٕنْ اٰتٰىنَا مِنْ فَضْلِهٖ لَنَصَّدَّقَنَّ وَلَنَكُوْنَنَّ مِنَ الصّٰلِحِيْنَ فَلَمَّآ اٰتٰىهُمْ مِّنْ فَضْلِهٖ بَخِلُوْا بِهٖ وَتَوَلَّوْا وَّهُمْ مُّعْرِضُوْنَ فَاَعْقَبَهُمْ نِفَاقًا فِيْ قُلُوْبِهِمْ اِلٰى يَوْمِ يَلْقَوْنَهٗ بِمَآ اَخْلَفُوا اللّٰهَ مَا وَعَدُوْهُ وَبِمَا كَانُوْا يَكْذِبُوْنَ

"Dan di antara mereka ada orang yang telah berjanji kepada Allah, "Sesungguhnya jika Allah memberikan sebagian dari karunia-Nya kepada kami, niscaya kami akan bersedekah dan niscaya kami termasuk orang-orang yang saleh." Ketika Allah memberikan kepada mereka sebagian dari karunia-Nya, mereka menjadi kikir dan berpaling, dan selalu menentang (kebenaran). Maka Allah menanamkan kemunafikan dalam hati mereka sampai pada waktu mereka menemui-Nya, karena mereka telah mengingkari janji yang telah mereka ikrarkan kepada-Nya dan (juga) karena mereka selalu berdusta." (QS At Taubah ayat 75-77).

 

6. Jangan Terlalu Banyak Bicara

Seorang pemimpin juga sebaiknya tidak terlalu bicara. Hal ini berdasarkan apa yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW kepada para sahabatnya, dalam konteks ketika terjadi Perjanjian Hudaibiyah.

Berikut ini penggalan dari hadits panjang yang menceritakan tentang hal tersebut, sebagaimana diriwayatkan dari Miswar bin Makhramah RA.

 قالَ رَسولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عليه وسلَّمَ لأصْحَابِهِ: قُومُوا فَانْحَرُوا ثُمَّ احْلِقُوا، قالَ: فَوَاللَّهِ ما قَامَ منهمْ رَجُلٌ حتَّى قالَ ذلكَ ثَلَاثَ مَرَّاتٍ، فَلَمَّا لَمْ يَقُمْ منهمْ أحَدٌ دَخَلَ علَى أُمِّ سَلَمَةَ، فَذَكَرَ لَهَا ما لَقِيَ مِنَ النَّاسِ، فَقالَتْ أُمُّ سَلَمَةَ: يا نَبِيَّ اللَّهِ، أتُحِبُّ ذلكَ؟ اخْرُجْ ثُمَّ لا تُكَلِّمْ أحَدًا منهمْ كَلِمَةً، حتَّى تَنْحَرَ بُدْنَكَ، وتَدْعُوَ حَالِقَكَ فَيَحْلِقَكَ، فَخَرَجَ فَلَمْ يُكَلِّمْ أحَدًا منهمْ حتَّى فَعَلَ ذلكَ؛ نَحَرَ بُدْنَهُ، ودَعَا حَالِقَهُ فَحَلَقَهُ، فَلَمَّا رَأَوْا ذلكَ قَامُوا، فَنَحَرُوا، وجَعَلَ بَعْضُهُمْ يَحْلِقُ بَعْضًا

Setelah Nabi Muhammad SAW menyelesaikan perjanjian Hudaibiyah, beliau SAW menyerukan sahabat-sahabatnya, "Bangunlah dan sembelihlah kurban-kurban kalian, lalu cukur rambut kalian."

Demi Allah, tidak ada satu pun sahabat Nabi SAW yang berdiri untuk mengikuti perintah tersebut. Walaupun perintah itu diulang tiga kali. Setelah terlihat tidak ada satu pun yang menunaikan perintah, Nabi SAW masuk ke tenda Ummu Salamah dan menceritakan apa yang telah beliau hadapi dari orang-orang.

Kemudian, Ummu Salamah RA berkata, "Wahai Nabi Allah, apakah kamu ingin mereka melakukan hal itu? Keluarlah tanpa mengeluarkan sepatah kata pun kepada mereka, sampai kamu menyembelih kurban dan mendatangkan tukang cukur untuk memangkas rambutmu."

Nabi SAW pun keluar dan tidak mengeluarkan sepatah kata pun kepada orang-orang, sampai beliau melakukannya, yakni menyembelih kurban dan mendatangkan tukang cukur untuk memangkas rambut beliau. Lalu para sahabat melihat apa yang dilakukan Nabi SAW. Mereka pun bangkit dan menyembelih kurban serta mencukur rambut mereka satu sama lain." (HR Bukhari).

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement