3. Setelah Lalai
Semua orang melakukan kesalahan, dan kebanyakan dari mereka lalai terhadap apa yang mereka lakukan, dan karena kelalaian mereka, mereka semakin tersesat.
Jika kita memperhatikan teladan Nabi, kita akan melihat bahwa beliau sangat waspada dan tidak membiarkan dirinya lalai dalam memohon ampun kepada Allah. Beliau bersabda:
إنه ليغان على قلبي، وإني لأستغفر الله في اليوم مائة مرة” ((رواه مسلم)).
Artinya: "Kadang-kadang aku melihat ada selubung yang menutupi hatiku, dan memohon ampun kepada Allah seratus kali sehari." (HR Muslim)
Keadaan Nabi sangat berbeda dengan keadaan orang-orang pada umumnya. Jabatan kenabian menuntut agar hatinya selalu hadir setiap saat, murni dari segala pikiran hina dan senantiasa terfokus pada Tuhannya. Ini adalah sesuatu yang kebanyakan orang bahkan tidak dapat bayangkan untuk mencapainya.
Allah memilih hamba-hamba-Nya yang terbaik untuk menjadi nabi dan rasul-Nya: Dia berfirman:
وَاِنَّهُمْ عِنْدَنَا لَمِنَ الْمُصْطَفَيْنَ الْاَخْيَارِۗ
Artinya: "Sesungguhnya mereka di sisi Kami benar-benar termasuk orang-orang pilihan yang terbaik." (QS Sad [38]:47)
Ketika kita memohon ampun kepada Allah dengan sepenuh hati, kita mendapatkannya. Allah memuji orang-orang yang memohon ampun kepada-Nya dan berjanji kepada mereka bahwa Dia akan mengampuni mereka. Tentu saja, bagian dari melakukannya dengan sepenuh hati adalah dengan menahan diri dari perilaku berdosa.
Beberapa pendahulu yang alim pernah berkata:
“Jika permohonan ampunan seseorang tidak membuat mereka meninggalkan perilaku berdosa, maka mereka berbohong tentang mencari ampunan.”
Dengan meninggalkan perbuatan dosa dan mencari ampunan, kita benar-benar bisa berharap bahwa Allah akan mengampuni kita. Adapun mengucapkan “Aku mohon ampun kepada Allah” dengan lidah, namun hati kita belum meninggalkan dosa, tetap saja itu adalah doa ampun, dan kita berharap Allah akan mengabulkannya.