Jumat 11 Mar 2022 01:25 WIB

Menelusuri Jejak Islam di Wilayah Kutub Utara

Salah satu adaptasi yang paling rumit adalah adaptasi Islam ke Kutub Utara.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Agung Sasongko
Kutub Utara

Pada tahun 943, Al-Mas'udi menulis bahwa di negeri Bulghar, malam-malam sangat singkat selama sebagian tahun. Mereka bahkan mengatakan bahwa antara malam dan fajar seseorang hampir tidak punya waktu untuk memasak pancinya sampai mendidih.

Lalu pada tahun 951, Istakhri menulis bahwa di kota Bulghar, malam di musim panas begitu singkat sehingga seorang pria tidak bisa melakukan perjalanan lebih dari satu farsakh (3 hingga 4 mil atau 5 hingga 6 kilometer). Di musim dingin, siangnya pendek dan malamnya panjang, sampai-sampai siang di musim dingin seperti malam di musim panas.

Sebuah karya Marwazi dari sekitar tahun 1130 memuat informasi serupa. Dua abad kemudian, tulis Al-Umari, di Bulghar, malam terpendek berlangsung 4 jam dan sebuah kota yang berjalan dua puluh hari ke utara memiliki malam terpendek yaitu 3 jam.

Kemungkinan besar pelancong Muslim paling terkenal yang mengomentari masalah garis lintang adalah Ibnu Battuta, yang telah mendapat pengakuan luas karena pengembaraannya di seluruh dunia dari Afrika Utara ke tempat-tempat yang jauh seperti India, Cina, dan Eropa Timur dari tahun 1325 hingga 1354.

Ibnu Batuta menulis tentang kota Bulghar bahwa dirinya berada di kota tersebut selama bulan Ramadhan. "Ketika kami telah sholat Maghrib, kami berbuka. Adzan dikumandangkan saat kami makan-makanan ini dan pada saat kami shalat subuh telah terbit," tulis Ibnu Batuta.

Deskripsi ini, meskipun menggugah dan bahkan sedikit lucu, dianggap dengan kecurigaan oleh para sarjana di kemudian hari. Tim Mackintosh-Smith berpendapat bahwa perjalanan Ibnu Battuta ke Bulghar adalah mustahil dalam waktu yang ditentukan dan mungkin menjadi interpolasi oleh editornya.

 

 

Yuk gabung diskusi sepak bola di sini ...
Advertisement
Advertisement
Advertisement
Advertisement