Senin 06 May 2024 18:44 WIB

Sejarah Panjang Islam di Jerman, Sejak Era Harun Al Rasyid dan Charlemagne 

Hubungan Islam dan Jerman diyakini sejak Khalifah Harun Al Rasyid.

Rep: Fuji E Permana/ Red: Muhammad Hafil
 Khalifah Harun ar-Rasyid diyakini sudah menjalin hubungan persahabatan dengan Kaisar Jerman.
Foto: Civilization.wikia.com
Khalifah Harun ar-Rasyid diyakini sudah menjalin hubungan persahabatan dengan Kaisar Jerman.

ISLAMDIGEST.CO.ID, JAKARTA -- Sejarah Islam di Jerman diyakini dimulai pada masa Khalifah Harun al-Rasyid. Dalam dongeng "1001 Malam" dikisahkan Khalifah Harun Al Rasyid berkeliaran di jalan-jalan Baghdad pada malam hari dengan berpakaian seperti pedagang untuk mengetahui kebutuhan rakyatnya. 

Berbagai sumber menceritakan bahwa Charlemagne menjalin hubungan diplomatik dengan penguasa Kekhalifahan Abbasiyah pada tahun 797 atau 801. 

Baca Juga

Untuk diketahui, Charlemagne atau Charles Agung adalah Raja dari kaum Frank yang berada di Belgia, Prancis, Belanda dan Jerman. Melalui serangkaian perang dan penaklukan, Charlemagne memperluas wilayah kekuasaannya hingga meliputi sebagian besar Eropa Barat. 

Kedua belah pihak yakni Khalifah Harun Al Rasyid dan Charlemagne dilaporkan menjamin kebebasan berkeyakinan bagi penganut agama lain di kerajaan masing-masing. Bagaimanapun juga, merupakan fakta sejarah yang pasti bahwa gajah Abul Abbas mati pada tahun 810. Hewan yang luar biasa ini telah dikirim oleh Khalifah kepada Charlemagne di Kota Aachen sebagai tanda persahabatannya.

Pada masa Charlemagne, sebagian besar Semenanjung Iberia sudah berada di bawah kendali bangsa Moor, yang menguasai bagian Eropa ini selama hampir 800 tahun hingga tahap akhir reconquista.

Bangsa Moor adalah sebutan untuk umat Islam di Semenanjung Iberia yang memerintah Spanyol antara tahun 711 M hingga 1492.

Reconquista adalah penaklukan kembali Spanyol dan Portugal (Semenanjung Iberia) oleh umat Kristen pada tahun tahun 1492. 

Sejak sebelumnya, kemajuan militer tambahan yang dilakukan umat Islam di Eropa memang dihentikan setelah satu abad kembalinya Nabi Muhammad SAW ke Rahmatullah.

Antara abad ke-8 dan ke-10, Muslim Arab melakukan perluasan wilayah di Korsika, Sardinia, Sisilia, dan bahkan Roma. Pasukan Islam maju dari selatan dan barat melalui Piemont dan Burgundy ke Lembah Rhone. Mereka menduduki jalur pegunungan dan sebagian Swiss, tempat mereka menetap dari tahun 952 hingga 960.

Serangan gencar terakhir datang dari timur. Ketika Turki Ottoman merebut ibu kota Bizantium, Konstantinopel (sekarang Istanbul) pada tahun 1453, hal ini menandai berakhirnya Kekaisaran Romawi Timur dan benteng terakhir agama Kristen di Asia Kecil. 

Setelah itu, Ottoman memperluas wilayah pengaruhnya dan melakukan serangan pada tahun 1529 dan 1683 ke seluruh Balkan dan sampai ke gerbang Wina, serta mengislamkan Bosnia dan Albania.

Hubungan Frederick I Raja Jerman dan Turki

Hingga abad ke-17, ancaman Turki dan ketakutan akan perang Turki menutupi interaksi Eropa dengan umat Islam. Baru pada tahun 1701 situasi mulai berubah. Pada tahun itulah Sultan Mustafa II menyampaikan ucapan selamat kepada Raja Frederick I dari Prusia atas penobatannya. 

Raja Frederick I alias Barbarossa sebagai Kaisar Romawi Suci terpilih sebagai Raja Jerman di Frankfurt.

Hubungan Turki dan Raja Frederick I menyebabkan hubungan diplomatik yang kurang lebih terbuka antara kedua kekuatan tersebut. Ketika Duke Kurland menghadiahkan 20 orang Tatar Muslim kepada Raja Frederick I sebagai tawanan perang, raja Jerman itu mengatur agar mereka mendapat ruang sholat, namun diperintahkan melalui dekrit agar mereka mengadakan hari istirahat bukan pada hari Jumat, seperti yang ditentukan oleh Islam, tapi pada hari Minggu.

Seiring berjalannya waktu, hubungan diplomatik semakin terjalin. Utusan Turki pertama ke Jerman adalah Ahmed Resmi Efendi. Ia tiba di Berlin dengan rombongan 73 ajudan berpakaian eksotik yang disambut oleh penduduk kota Berlin yang bersorak-sorai.

Ketika penerus utusan tersebut meninggal pada tahun 1798, Frederick William III, yang memerintah dari tahun 1770 hingga 1840, memerintahkan agar ia dimakamkan sesuai dengan syariat Islam.

Dengan demikian, dapat dipahami bahwa kemungkinan besar masyarakat di wilayah Jerman sudah berinteraksi dengan Muslim sejak era Khalifah Harun al-Rasyid. Kemudian di era Sultan Mustafa II yang berkuasa di Turki Usmani jelas umat Islam telah tinggal dan dimakamkan di Berlin, Jerman. 

Artikel sejarah Islam di Jerman di atas dilansir dari laman Spiegel International yang dipublikasikan pada Juni 2008. Laman Spiegel juga menjelaskan bahwa pekerja tamu asal Turki datang pada tahun 1950-an dan 60-an ke Jerman. Mereka menetap di Jerman, sehingga agama Islam telah menjadi bagian dari budaya Jerman selama ratusan tahun.

Sumber :

https://www.spiegel.de/international/germany/allah-and-the-occident-how-islam-came-to-germany-a-559927.html#

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Advertisement
Terpopuler
Advertisement
Advertisement