ISLAMDIGEST.CO.ID, JAKARTA -- Ustaz Adi Hidayat menyampaikan bahwa objek dakwah Islam pada masa Nabi Muhammad SAW itu sekitar 85 persennya persoalan budaya. Semua tradisi yang muncul, yang menariknya mendapatkan respon cepat, bukan sekedar dari Rasulullah SAW tapi juga dari Alquran dengan turunnya wahyu dari Allah SWT.
Ustaz Adi mengatakan, di sisi lainnya ada persoalan akidah, persoalan rumah tangga, persoalan politik dan persoalan militer. Tapi secara umum problem yang dihadapi umat Islam yang kelak melahirkan pedoman sempurna sampai dengan sekarang yang Alquran.
"Alquran itu 85 persennya itu kalau kita kumpulkan kurang lebih persoalan-persoalan budaya," kata Ustaz Adi saat Pengajian Ramadhan Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Auditorium KH Azhar Basyir, Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ) bertema Pengembangan Dakwah Kultural: Suporter, K-Popers dan Masyarakat Seni Budaya, Selasa (19/3/2024).
Ustaz Adi menjelaskan seperti apa Alquran merespon perkembangan budaya yang eksis pada masa itu yang kelak melahirkan pedoman untuk umat manusia ke depan dalam menghadapi setiap tantangan-tantangan dakwah dalam konteks budaya.
Kepada jamaah, Ustaz Adi mengatakan, mengapa Allah SWT mengizinkan Nabi Muhammad SAW bahkan memberikan petunjuk untuk menikahi lebih dari satu istri dan jumlahnya spesifik lebih daripada empat. Ternyata setelah melakukan penelitian, salah satu yang paling menarik adalah seluruh istri Nabi itu mewakili seluruh karakter perempuan di muka bumi.
"Setiap karakteristik istri Nabi ini spesifik mewakili karakter perempuan yang berbeda-beda, yang senang masak diwakili oleh Sayyidah Saudah binti Zam'ah," ujar Ustaz Adi.
Ustaz Adi menegaskan, setiap kali ada masalah terkait dengan konteks kehidupan rumah tangga Nabi Muhammad SAW, ayat Alquran turun.
Nabi Muhammad SAW menikah dengan Sayyidah Aisyah. Sayyidah Saudah binti Zam'ah khawatir jika waktu Nabi Muhammad SAW tersita dengan Sayyidah Aisyah. Sehingga Sayyidah Saudah binti Zam'ah akan kehilangan kesempatan dan diceraikan.
Ketika Sayyidah Saudah binti Zam'ah merenung saja terkait persoalan rumah tangga, maka turunlah seketika ayat Alquran kepada Nabi Muhammad SAW. Hal tersebut langsung direspon oleh Allah SWT dengan turunnya Surat An-Nisa Ayat 128.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
وَاِنِ امْرَاَةٌ خَافَتْ مِنْۢ بَعْلِهَا نُشُوْزًا اَوْ اِعْرَاضًا فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَآ اَنْ يُّصْلِحَا بَيْنَهُمَا صُلْحًا ۗوَالصُّلْحُ خَيْرٌ ۗوَاُحْضِرَتِ الْاَنْفُسُ الشُّحَّۗ وَاِنْ تُحْسِنُوْا وَتَتَّقُوْا فَاِنَّ اللّٰهَ كَانَ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرًا
Jika seorang perempuan khawatir suaminya akan nusyuz atau bersikap tidak acuh, keduanya dapat mengadakan perdamaian yang sebenarnya. Perdamaian itu lebih baik (bagi mereka), walaupun manusia itu menurut tabiatnya kikir. Jika kamu berbuat kebaikan dan memelihara dirimu (dari nusyuz dan sikap tidak acuh) sesungguhnya Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan. (QS An-Nisa Ayat 128)
Ustaz Adi menerangkan, terjadi penaklukan dalam satu peperangan. Seorang perempuan Yahudi yang cantik tapi masih memiliki suami menjadi tawanan. Perempuan itu dianggap bagian dari ghanimah, sehingga ada sahabat yang ingin menjadikannya sebagai haknya atau pasangannya.
Maka perempuan Yahudi tersebut mencoba mengklarifikasi kepada sahabat yang menemukannya itu. Perempuan Yahudi itu mengatakan kepada sahabat bahwa tanyakan dulu kepada (Nabi) Muhammad karena (saya) sudah punya suami.
"Baru keluar pernyataan itu, langsung diturunkan oleh Allah, Alquran Surat An-Nisa Ayat ke-24," ujar Ustaz Adi.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman:
۞ وَالْمُحْصَنٰتُ مِنَ النِّسَاۤءِ اِلَّا مَا مَلَكَتْ اَيْمَانُكُمْ ۚ كِتٰبَ اللّٰهِ عَلَيْكُمْ ۚ وَاُحِلَّ لَكُمْ مَّا وَرَاۤءَ ذٰلِكُمْ اَنْ تَبْتَغُوْا بِاَمْوَالِكُمْ مُّحْصِنِيْنَ غَيْرَ مُسٰفِحِيْنَ ۗ فَمَا اسْتَمْتَعْتُمْ بِهٖ مِنْهُنَّ فَاٰتُوْهُنَّ اُجُوْرَهُنَّ فَرِيْضَةً ۗوَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ فِيْمَا تَرَاضَيْتُمْ بِهٖ مِنْۢ بَعْدِ الْفَرِيْضَةِۗ اِنَّ اللّٰهَ كَانَ عَلِيْمًا حَكِيْمًا
(Diharamkan juga bagi kamu menikahi) perempuan-perempuan yang bersuami, kecuali hamba sahaya perempuan (tawanan perang) yang kamu miliki sebagai ketetapan Allah atas kamu. Dihalalkan bagi kamu selain (perempuan-perempuan) yang demikian itu, yakni kamu mencari (istri) dengan hartamu (mahar) untuk menikahinya, bukan untuk berzina. Karena kenikmatan yang telah kamu dapatkan dari mereka, berikanlah kepada mereka imbalannya (maskawinnya) sebagai suatu kewajiban. Tidak ada dosa bagi kamu mengenai sesuatu yang saling kamu relakan sesudah menentukan kewajiban (itu). Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. (QS An-Nisa Ayat 24)
"Jadi anda bisa bayangkan persoalan yang simpel, baruku renungan saja ada jawabannya (dengan turunnya ayat Alquran), ada pertanyaan dari tawanan langsung ada jawabannya, maka bagaimana dengan persoalan budaya yang 85 persen memang persoalan itu melekat pada masyarakat di masa Nabi, sehingga dengan itulah disebut dengan jahiliyah," jelas Ustaz Adi.
Ustaz Adi mengatakan, kehidupan masyarakat Arab yaitu kehidupan yang penuh dengan lingkup sastra dan musik. Hampir tidak ada masyarakat jahiliyah pada masa itu yang tidak bisa bermusik.
"Jadi kalau yang tidak bisa itu, bisa dihitung dengan jari, yang paling utama adalah seorang yang kita kagumi, suri teladan kita dan menjadi Rasul yang paling utama yaitu Nabi Muhammad SAW bukan seorang penyair, sehingga tidak diizinkan sedikitpun keluar syair dari lisannya," ujar Ustaz Adi.
Ustaz Adi menegaskan, di kalangan masyarakat jahiliyah itu ternyata syi'ir itu sudah menjadi rata dan menjadi tren yang merakyat di kalangan masyarakat. Sehingga hampir tidak ada satu orang pun yang tidak bisa melantunkan syair.